1. Lembaga-Lembaga Sosialisasi
Proses sosialisasi sebetulnya berawal
dari dalam keluarga. Bagi anak-anak yang masih kecil, situasi dunia
adalah keluarganya sendiri. Persepsi mereka mengenai dirinya, dunia, dan
masyarakat di sekelilingnya secara langsung dipengaruhi oleh sikap
serta keyakinan keluarga mereka. Keluarga mengajarkan nilai-nilai yang
kemudian dimiliki oleh individu dan berbagai norma yang mesti dilakukan
oleh seseorang.
Orang tua kaum buruh akan memberikan
nilai tinggi terhadap kepatuhan, disiplin, kebersihan, rasa hormat, dan
keselarasan dengan patokan perilaku tradisional. Sedangkan keluarga
golongan menengah mendorong anaknya untuk bersikap inovatif serta
diarahkan agar berjiwa pemimpin. Semua itu dimaksudkan agar kamu dapat
berperilaku tepat sesuai dengan harapan masyarakat. Pembelajaran oleh
ayah dan ibumu tersebut menjadi bukti bahwa keluarga merupakan salah satu lembaga sosialisasi.
Sosialisasi dalam keluarga tidak hanya
dilakukan oleh ayah dan ibu saja. Anggota keluarga lainnya dapat
berperan aktif pula sehingga nilai dan norma sosial tidak hanya
diperoleh seorang anak dari kedua orang tua saja. Bruce J. Cohen (1992)
mengungkapkan bahwa keluarga merupakan salah satu lembaga sosialisasi
bagi individu.
Nilai sosial dan norma sosial juga dipelajari individu dari lembaga pendidikan tempat dia belajar. Sekolah menjadi
salah satu agen sosialisasi bagi individu karena belajar di sekolah
merupakan tuntutan kemajuan masyarakat, dari masyarakat tradisional ke
masyarakat modern. Pada masyarakat tradisional, fungsi pendidikan
diemban oleh keluarga. Namun pada masyarakat modern, fungsi pendidikan
dijalankan oleh sekolah. Begitu pentingnya sekolah sebagai media
sosialisasi sehingga profesi penting dalam masyarakat seperti dokter,
insinyur, atau ahli hukum ditentukan oleh berhasil tidaknya seseorang
menjalani pendidikan di sekolah.
Selain kedua lembaga sosialisasi tersebut, teman sepermainan ternyata
berperan besar dalam sosialisasi. Yang dimaksud dengan teman
sepermainan adalah teman-teman yang sebaya dan berinteraksi secara
intensif denganmu.
Walaupun teman sepermainan bertujuan
utama untuk rekreasi, namun mereka berpengaruh besar terhadap
perkembangan pribadimu. Di kelompok ini individu tanpa sadar belajar
berbagai hal yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Individu bebas
berinteraksi tanpa pengawasan langsung dari orang tua, guru, atau orang
lain. Nah, sering remaja seusiamu mengenal hal-hal buruk dari teman
sepermainan pula. Misalnya, mengonsumsi narkoba atau melakukan kehidupan
seks bebas.
Sosialisasi juga berlangsung melalui media massa.
Media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, tabloid,
film, dan lain-lain menyajikan model peran yang dapat ditiru oleh
individu untuk membangun jati dirinya. Perilaku masyarakat pun dapat
berubah karena tayangan media massa. Dengan demikian, media massa dapat
memperkuat ataupun merusak norma-norma melalui penyajian informasi yang
seolah-olah mewakili gambaran masyarakat yang benar.
2. Ketidaksepadanan Pesan Lembaga Sosialisasi
Jika ada teman yang membolos sekolah,
apakah yang terlintas di benakmu? Sebagian besar kalian menganggap
tindakan membolos sekolah merupakan perbuatan yang tidak baik. Ini tidak
sesuai dengan pesan yang diberikan orang tua tatkala kita berpamitan
mau berangkat sekolah. Coba kalian ingat pesan beliau. Tentu tidak ada
ayah dan ibu yang menyarankan anaknya untuk membolos. Meninggalkan
pelajaran tanpa izin juga tidak sesuai dengan peraturan sekolah.
Perhatikan tata tertib sekolah lebih rinci. Kalian pasti tidak akan
menemukan aturan yang membenarkan tindakan bolos sekolah.
Sering siswa mendapatkan ide untuk
meninggalkanbpelajaran tanpa izin dari pergaulannya dengan teman.
Berkumpul dengan teman sepermainan memang mengasyikkan. Banyak hal yang
dapat diungkapkan dan dilakukan bersama teman sepermainan. Ini
disebabkan karena adanya hubungan yang akrab di antara anggotanya. Dalam
hubungan yang akrab itulah sering muncul ide untuk melakukan tindakan
yang tidak lazim, bahkan melanggar nilai dan norma sosial. Membolos
sekolah contohnya. Bersama teman sepermainan, mereka meninggalkan
pelajaran tanpa izin.
Keluarga, sekolah, dan teman sepermainan
merupakan lembaga-lembaga sosialisasi. Namun, berpijak pada fenomena
bolos sekolah, kalian mengetahui adanya ketidaksamaan pesan yang
disampaikan suatu lembaga sosialisasi dengan lembaga sosialisasi yang
berbeda. Sesuatu yang diajarkan keluarga dan sekolah ternyata berbeda
dengan yang diajarkan teman sepermainan. Hal semacam itu dapat pula
ditemukan ketika membanding-bandingkan pesan dari lembaga-lembaga
sosialisasi yang lain. Kelakuan yang dilarang keluarga maupun sekolah,
seperti merokok, mabuk-mabukan, pelanggaran susila, atau penyalahgunaan
narkoba bisa saja dipelajari individu dari lembaga sosialisasi lain
seperti media massa.
Individu yang mendapat pesan berbeda atau
bahkan bertentangan cenderung mengalami konflik pribadi. Lahirnya
konflik pribadi itu disebabkan karena dia merasa diombang-ambingkan oleh
lembaga sosialisasi yang berlainan sehingga tidak mempunyai pedoman
sikap yang mantap. Misalnya, sekolah berusaha mendorong siswa untuk
menaati aturan sekolah, mengukir prestasi, dan berlaku jujur. Akan
tetapi, ada teman sepermainan yang mendorong siswa untuk berbuat curang
saat ujian atau memalsukan tanda tangan teman pada daftar hadir. Siswa
tersebut akan sulit bersikap secara tepat. Ketika dia bertindak seperti
yang dipelajari dari keluarga dan sekolah, dia mungkin akan dikucilkan
teman sepermainan. Namun, ketika dia bertindak seperti yang dipahamkan
oleh teman-teman sepermainan, dia akan dikecam oleh keluarga dan
sekolah.
Konflik pribadi pun akan terjadi manakala
seseorang tengah menjalani sosialisasi untuk menjalankan peran baru,
namun aturan-aturan baru yang disosialisasikan berbeda dengan aturan
yang sudah pernah dipahami. Misalnya, seseorang bertugas sebagai petugas
pemeriksa pajak. Selama belajar di kampus, orang tersebut aktif di
organisasi keagamaan sehingga dia berhasil menumbuhkan sikap
antikorupsi. Dia berjanji kepada diri sendiri untuk tidak melakukan
korupsi selama bekerja nanti. Akan tetapi setelah memasuki dunia
kerja,dia menemui lingkungan kerja yang lekat dengan budaya korupsi.
Kadang kala justru tawaran korupsi dibuka oleh perusahaan-perusahaan
yang memanipulasi datanya agar dapat membayar pajak lebih murah.
Sebagian rekan yang lain merasa bahwa tindakan korupsi adalah hal
lumrah. Bahkan itu dianggap sebagai bagian dari pekerjaan yang dilakoni.
Tawaran itu pun akhirnya datang kepada orang yang antikorupsi. Dia
mengalami konflik pribadi yang menghadapkannya pada dua pilihan. Apabila
mempertahankan sikapnya yang antikorupsi, dia akan disingkirkan dari
lingkungan kantor. Kondisi ini akan mendatangkan kesulitan baginya dalam
menyelesaikan tugas. Kariernya pun terhambat. Sedangkan jika dia
berkompromi dengan teman-teman yang lain, diaharus mengubah nilai dan
norma antikorupsi yang sudah tertanam di jiwanya.
Sejumlah ahli menggolongkan sosialisasi ke dalam dua kelompok, yaitu sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatif. Sosialisasi represif
menekankan pada kepatuhan individu terhadap nilai dan norma sosial yang
berlaku. Untuk mendapatkan kepatuhan setiap orang, maka hukuman yang
membuat jera dianggap sebagai jalan keluarnya. Agar tidak dijatuhi
hukuman, warga kemudian bersikap sesuai aturan.
Berbeda halnya dengan sosialisasi partisipatif.
Di sini warga diharapkan mematuhi nilai dan norma sosial karena dia
memahami arti penting kedua hal tersebut. Dengan demikian, kepatuhan
warga dibangun bukan di atas rasa takut terhadap hukuman, melainkan
dibangun di atas kesadaran akan keutamaan nilai dan norma sosial
tersebut. Sosialisasi partisipatif berusaha membangun kesadaran setiap
individu.
Ketika kita membandingkan kedua
sosialisasi itu, kita dapat menemukan bahwa sosialisasi partisipatif
lebih unggul daripada sosialisasi represif. Sosialisasi represif hanya
melahirkan kepatuhan semu warga masyarakat terhadap aturan yang berlaku.
Bahkan tidak jarang sosialisasi represif juga membawa penyesalan
panjang.
Sumber : http://www.siswapedia.com/nilai-dan-norma-sosial-dalam-proses-sosialisasi/
Sumber : http://www.siswapedia.com/nilai-dan-norma-sosial-dalam-proses-sosialisasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar